Petani LMDH: Kemitraan Hutan Untuk Kesejahteraan
Guys, pernah dengar tentang Petani LMDH? Kalau belum, siap-siap deh kenalan sama salah satu pilar penting dalam pengelolaan hutan lestari di Indonesia. LMDH itu singkatan dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan. Nah, petani yang tergabung dalam LMDH ini punya peran super krusial banget. Mereka bukan cuma sekadar penduduk desa yang tinggal dekat hutan, tapi mereka adalah mitra strategis pemerintah, khususnya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dalam menjaga dan memanfaatkan kawasan hutan. Keren kan?
Jadi gini, sejarahnya, dulu itu kawasan hutan sering banget jadi sumber konflik antara masyarakat dengan pemerintah. Masyarakat merasa punya hak atas sumber daya hutan, sementara pemerintah punya mandat untuk melestarikan. Nah, LMDH ini hadir sebagai jembatan. Melalui skema Perhutanan Sosial, petani yang tergabung dalam LMDH dikasih kesempatan buat mengelola kawasan hutan. Tujuannya apa? Ya jelas, agar hutan tetap lestari, tapi masyarakat di sekitarnya juga bisa dapat manfaat ekonomi. Ini namanya win-win solution banget, guys!
Bayangin aja, hutan yang luas itu bisa dikelola bareng-bareng. Petani LMDH punya hak untuk mengelola hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti madu, rotan, jamur, atau bahkan melakukan budidaya di bawah tegakan pohon. Kadang, mereka juga bisa terlibat dalam pengelolaan hasil hutan kayu, tapi dengan aturan yang jelas dan tetap mengutamakan kelestarian. Intinya, mereka jadi 'penjaga' hutan sekaligus 'penggerak' ekonomi berbasis hutan. Serius deh, peran mereka ini enggak bisa dipandang sebelah mata. Tanpa petani LMDH, menjaga jutaan hektar hutan Indonesia itu bakal jauh lebih susah.
Selain itu, keberadaan LMDH juga menumbuhkan rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap hutan. Kalau masyarakat merasa dilibatkan dan dapat manfaat, pasti mereka bakal lebih sayang sama hutan. Mereka akan sadar kalau hutan itu bukan cuma 'milik negara', tapi juga 'aset bersama' yang harus dijaga kelestariannya demi generasi mendatang. Konsep ini penting banget, apalagi di tengah isu perubahan iklim yang makin santer terdengar. Hutan itu paru-paru dunia, guys! Jadi, kalau petani LMDH bisa menjaga hutannya dengan baik, berarti mereka berkontribusi besar buat bumi kita tercinta ini. So proud!
Nah, biar lebih mantap lagi, yuk kita bedah lebih dalam soal petani LMDH ini. Mulai dari apa aja sih hak dan kewajiban mereka, tantangan yang dihadapi, sampai gimana caranya mereka bisa sukses dalam mengelola hutan. Pokoknya, artikel ini bakal ngupas tuntas semuanya biar kalian semua jadi paham dan nggak penasaran lagi. Siap?
Sejarah dan Latar Belakang Lahirnya Petani LMDH
Oke, guys, kita backtrack sedikit yuk ke sejarah. Kenapa sih konsep LMDH ini muncul? Jadi gini, petani LMDH ini bukan sesuatu yang tiba-tiba ada. Ini adalah jawaban atas problematika pengelolaan hutan yang sudah berlangsung bertahun-tahun di Indonesia. Dulu, sebelum ada LMDH, kawasan hutan sering banget dianggap sebagai wilayah yang eksklusif, yang hanya boleh dikelola oleh negara melalui badan-badan tertentu, misalnya Perhutani di Jawa. Akibatnya, masyarakat yang tinggal di sekitar hutan, yang notabene paling dekat dan paling ngerti kondisi hutan sehari-hari, malah sering terpinggirkan. Mereka seringkali dilarang masuk hutan, apalagi untuk memanfaatkan hasil hutan. Ini kan paradoks banget, ya? Di satu sisi hutan butuh dijaga, di sisi lain orang yang paling berpotensi jadi penjaga malah dilarang.
Konsekuensinya, muncul berbagai masalah. Ada penebangan liar, perambahan hutan untuk pertanian atau perkebunan, kebakaran hutan yang disengaja, dan berbagai konflik sosial lainnya. Masyarakat jadi merasa 'asing' dengan hutan di dekat rumahnya, padahal hutan itu bisa jadi sumber kehidupan mereka. Nah, pemerintah, melihat kondisi ini, akhirnya sadar. Pendekatan represif atau pelarangan total itu ternyata enggak efektif dalam jangka panjang. Justru, pelibatan masyarakat lokal adalah kunci utama keberhasilan pengelolaan hutan yang berkelanjutan. Dari sinilah lahir gagasan tentang Perhutanan Sosial.
Perhutanan Sosial ini adalah sistem pengelolaan hutan yang memberikan akses dan hak kepada masyarakat desa hutan untuk mengelola hutan. Dan, LMDH adalah salah satu wadah atau kelembagaan yang dibentuk oleh masyarakat untuk mengelola akses tersebut. Jadi, LMDH ini adalah organisasi yang anggotanya adalah masyarakat desa hutan, termasuk para petani LMDH, yang kemudian bermitra dengan pemerintah atau unit pengelola hutan (seperti Perhutani) untuk bersama-sama mengelola kawasan hutan. Pembentukan LMDH biasanya difasilitasi oleh pemerintah, baik pusat maupun daerah, sebagai bentuk legalitas dan kelembagaan bagi masyarakat untuk bisa berinteraksi dengan pengelola hutan.
Perlu dicatat juga, guys, bahwa konsep LMDH ini terus berkembang. Awalnya mungkin fokusnya lebih ke pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, tapi seiring waktu, skema dan regulasinya makin luas. Ada program-program seperti Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), Hutan Desa (HD), dan Hutan Adat (HA), yang semuanya bisa diwadahi atau dijalankan melalui LMDH. Jadi, LMDH ini ibarat payung besar yang memungkinkan petani untuk mendapatkan hak kelola hutan secara legal dan terorganisir. Keberadaannya bukan hanya soal ekonomi, tapi juga soal pemberdayaan masyarakat, pelestarian lingkungan, dan bahkan penegakan keadilan sosial. So, that's the brief history! Cukup menarik kan gimana konsep ini berevolusi demi kebaikan bersama?
Peran dan Tanggung Jawab Petani LMDH dalam Pengelolaan Hutan
Sekarang, kita masuk ke bagian yang paling greget, guys: apa aja sih peran dan tanggung jawab petani LMDH? Kalau kita bilang mereka ini mitra, berarti kan ada tugas dan kewajiban yang harus dijalankan, dong? Nah, ini dia yang bikin mereka spesial. Petani LMDH ini punya tanggung jawab ganda: menjaga kelestarian hutan sekaligus meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Double duty, tapi double impact juga!
Pertama, tanggung jawab paling utama adalah konservasi dan perlindungan hutan. Ini mutlak. Mereka ini kan hidupnya dekat banget sama hutan, jadi merekalah mata dan telinga pertama di lapangan. Tugas mereka meliputi: memantau aktivitas di dalam kawasan hutan, melaporkan adanya indikasi penebangan liar, kebakaran, atau perambahan. Mereka juga dilibatkan dalam kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, misalnya ikut menanam pohon di area yang gundul atau kritis. Dengan adanya petani LMDH yang aktif, potensi kerusakan hutan bisa diminimalisir drastis. Mereka jadi garda terdepan penjaga kelestarian hutan. Tanpa mereka, program reboisasi pemerintah mungkin enggak akan seefektif ini.
Kedua, pemanfaatan hasil hutan secara lestari. Nah, ini dia bagian yang mendatangkan manfaat ekonomi. Petani LMDH biasanya diberikan hak untuk mengelola Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK). Contohnya, mereka bisa mengumpulkan madu hutan, mengambil hasil hutan seperti rotan, damar, atau gaharu, melakukan budidaya jamur, atau bahkan menanam komoditas pertanian di bawah tegakan pohon (agroforestri). Kuncinya di sini adalah lestari. Pemanfaatan harus dilakukan secara bijak, tidak berlebihan, dan memperhatikan siklus alam. Jadi, hutan tetap bisa menghasilkan tanpa harus rusak. Terkadang, dalam skema tertentu, mereka juga bisa dilibatkan dalam pengelolaan hasil hutan kayu, misalnya melalui hutan tanaman rakyat yang mereka kelola sendiri. Ini membuka peluang ekonomi yang cukup signifikan bagi masyarakat desa hutan.
Ketiga, pengembangan ekonomi lokal berbasis hutan. Petani LMDH ini kan masyarakat desa. Jadi, aktivitas mereka dalam mengelola hutan harus bisa berdampak positif pada ekonomi desa. Ini bisa melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan rumah tangga, pengembangan usaha kecil dan menengah yang berkaitan dengan hasil hutan, sampai pada peningkatan kesejahteraan sosial secara umum. Misalnya, sebagian keuntungan dari hasil hutan bisa dialokasikan untuk pembangunan fasilitas desa, pendidikan, atau kesehatan. Ini yang namanya pemberdayaan ekonomi yang sesungguhnya, guys!
Keempat, peningkatan kapasitas dan pengetahuan anggota. Menjadi mitra dalam pengelolaan hutan itu butuh skill dan pengetahuan, lho. Makanya, petani LMDH seringkali mendapatkan pelatihan dari pemerintah atau LSM mitra. Pelatihannya bisa macam-macam, mulai dari teknik budidaya yang baik, cara memanen hasil hutan secara lestari, manajemen keuangan, sampai teknik perlindungan hutan. Semakin pintar dan terampil anggotanya, semakin optimal pengelolaan hutannya. Jadi, LMDH ini juga berfungsi sebagai lembaga learning community.
Terakhir, tapi enggak kalah penting, adalah menjaga hubungan baik dan koordinasi. Petani LMDH harus bisa membangun komunikasi yang baik dengan pihak-pihak terkait, seperti pengelola hutan (Perhutani), pemerintah daerah, dinas kehutanan, akademisi, bahkan dengan masyarakat desa lain yang mungkin berbatasan dengan kawasan hutan. Koordinasi yang lancar memastikan semua program berjalan sesuai rencana dan konflik bisa dihindari atau diselesaikan dengan baik. Intinya, mereka itu agen perubahan di lapangan, guys! Peran mereka itu kompleks tapi vital banget.
Hak dan Kewajiban Petani LMDH
Nah, kalau ngomongin peran dan tanggung jawab, pasti ada dong hak yang melekat pada petani LMDH, kan? Ini penting banget biar para petani ini enggak merasa cuma disuruh-suruh doang, tapi juga punya keuntungan yang jelas. Ibaratnya, ada timbal balik yang adil. Hak-hak ini biasanya diatur dalam Surat Keputusan (SK) atau Perjanjian Kerjasama (PK) yang disepakati antara LMDH dengan pihak pengelola hutan atau pemerintah. Jadi, ini bukan cuma omong kosong, tapi ada landasan hukumnya, guys!
Oke, mari kita bedah apa aja sih hak-hak petani LMDH. Pertama, hak pengelolaan kawasan hutan. Ini adalah hak yang paling utama. Tergantung pada skema Perhutanan Sosial yang dijalankan (misalnya HKm, HTR, dll.), petani LMDH bisa mendapatkan hak untuk mengelola sebagian kawasan hutan dalam jangka waktu tertentu, bisa 35 tahun dan bisa diperpanjang. Hak ini mencakup izin untuk melakukan kegiatan budidaya, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, bahkan kadang-kadang sampai pada pengelolaan hasil hutan kayu dengan sistem tertentu. Ini adalah pengakuan legal dari negara bahwa masyarakat punya hak atas hutan.
Kedua, hak untuk memanfaatkan hasil hutan. Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, petani LMDH berhak memanfaatkan hasil hutan, terutama HHBK. Mereka bisa memanen madu, mengumpulkan rotan, mengambil damar, menanam jamur, atau mengembangkan tanaman obat-obatan. Hasil dari pemanfaatan ini kemudian bisa menjadi sumber pendapatan bagi anggota LMDH. Tentu saja, ada aturan mainnya agar pemanfaatan ini tidak merusak ekosistem hutan.
Ketiga, hak atas informasi dan partisipasi. Petani LMDH berhak mendapatkan informasi yang jelas dan transparan mengenai kebijakan-kebijakan kehutanan yang berkaitan dengan wilayah mereka. Mereka juga berhak untuk dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan yang menyangkut pengelolaan hutan di wilayah mereka. Ini penting agar mereka merasa dihargai dan kepentingannya terakomodir.
Keempat, hak untuk mendapatkan bantuan teknis dan pendampingan. Pemerintah atau pihak pengelola hutan biasanya berkewajiban memberikan bantuan teknis, pelatihan, dan pendampingan kepada LMDH. Tujuannya agar pengelolaan hutan yang dilakukan petani bisa lebih optimal, efisien, dan berkelanjutan. Bantuan ini bisa berupa penyuluhan, bimbingan teknis budidaya, hingga fasilitasi akses pasar.
Kelima, hak atas bagian keuntungan atau hasil usaha. Dalam banyak skema, petani LMDH berhak mendapatkan bagian dari keuntungan atau hasil usaha yang diperoleh dari pengelolaan hutan. Besaran dan mekanismenya tentu bervariasi tergantung kesepakatan. Namun, intinya adalah ada aliran manfaat ekonomi yang langsung dirasakan oleh masyarakat.
Nah, sekarang kita bicara kewajiban. Enggak mungkin kan cuma dapat hak tanpa ada kewajiban? Ini dia yang bikin kemitraan ini seimbang. Pertama, kewajiban menjaga kelestarian hutan. Ini adalah kewajiban paling fundamental. Petani LMDH wajib menjaga hutan dari kerusakan, mencegah kebakaran, penebangan liar, dan perambahan. Mereka harus bertindak sebagai 'penjaga hutan' yang bertanggung jawab.
Kedua, kewajiban melaksanakan pengelolaan hutan sesuai rencana. Setiap LMDH biasanya memiliki Rencana Kerja Usaha (RKU) atau rencana pengelolaan lainnya yang disetujui. Petani LMDH wajib melaksanakan kegiatan pengelolaan sesuai dengan rencana tersebut, termasuk aturan teknis dan batasan-batasan yang ada. Enggak boleh asal jalan, guys!
Ketiga, kewajiban melaporkan kegiatan dan hasil usaha. LMDH wajib melaporkan secara berkala kepada pihak yang berwenang mengenai kegiatan pengelolaan yang dilakukan, termasuk jumlah hasil hutan yang diperoleh dan realisasi keuangannya. Transparansi ini penting untuk akuntabilitas.
Keempat, kewajiban membayar iuran atau bagi hasil (jika ada). Tergantung kesepakatan, LMDH mungkin diwajibkan membayar iuran pengelolaan atau menyetorkan sebagian dari hasil usaha kepada negara atau pihak pengelola hutan. Ini adalah bentuk kontribusi terhadap pengelolaan hutan secara keseluruhan.
Kelima, kewajiban mematuhi peraturan perundang-undangan. Tentu saja, semua kegiatan harus mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku terkait kehutanan dan lingkungan hidup. Ini adalah kewajiban dasar sebagai warga negara dan sebagai mitra pengelola hutan.
Jadi, jelas ya, guys, bahwa menjadi petani LMDH itu ada konsekuensinya. Ada hak yang didapat, tapi ada juga kewajiban yang harus dipenuhi. Keduanya harus berjalan beriringan agar kemitraan ini bisa sukses dan berkelanjutan.
Tantangan yang Dihadapi Petani LMDH
Oke, guys, meskipun peran petani LMDH itu mulia dan penting banget, bukan berarti jalan yang mereka tempuh itu mulus tanpa hambatan. Jauh dari itu, mereka ini sering banget menghadapi berbagai tantangan yang lumayan bikin pusing. Makanya, kita perlu apresiasi banget perjuangan mereka. Kalau kita mau bantu, minimal kita tahu dulu apa aja sih kesulitan yang mereka hadapi.
Salah satu tantangan terbesar adalah ketidakpastian hukum dan regulasi yang kompleks. Kadang, aturan main soal Perhutanan Sosial itu berubah-ubah atau terlalu birokratis. Proses pengajuan izin, perpanjangan hak kelola, atau bahkan pelaporan itu bisa memakan waktu dan tenaga yang enggak sedikit. Belum lagi kalau ada tumpang tindih kewenangan antara pemerintah pusat, daerah, dan unit pengelola hutan. Ini bikin petani LMDH jadi bingung harus ikut aturan yang mana.
Kedua, keterbatasan akses permodalan dan teknologi. Buat ngembangin usaha berbasis hutan itu kan butuh modal, guys. Misalnya, buat beli bibit unggul, alat panen yang lebih modern, atau teknologi pengolahan hasil hutan. Nah, petani LMDH ini kan biasanya berasal dari desa-desa yang notabene ekonominya terbatas. Akses ke lembaga keuangan formal kayak bank itu seringkali susah karena mereka enggak punya agunan atau track record yang memadai. Akhirnya, mereka terpaksa bergantung pada tengkulak atau rentenir dengan bunga yang selangit.
Ketiga, masalah akses pasar. Punya hasil hutan yang melimpah itu percuma kalau enggak bisa dijual dengan harga yang layak. Seringkali, petani LMDH kesulitan menembus pasar yang lebih luas. Mereka cuma bisa jual ke tengkulak lokal dengan harga rendah. Padahal, kalau diolah lebih lanjut atau dikemas dengan baik, hasil hutan mereka bisa punya nilai jual yang jauh lebih tinggi. Kurangnya informasi pasar, jaringan bisnis, dan daya tawar yang lemah jadi kendala utama di sini.
Keempat, konflik tenurial dan batas kawasan hutan. Meskipun sudah ada hak kelola, kadang-kadang masih muncul masalah tumpang tindih lahan atau konflik dengan masyarakat lain yang juga mengklaim hak atas kawasan hutan tersebut. Apalagi kalau batas kawasan hutan itu enggak jelas atau sering bergeser. Ini bisa memicu perselisihan yang ujung-ujungnya mengganggu aktivitas pengelolaan hutan.
Kelima, perubahan iklim dan degradasi lingkungan. Petani LMDH ini kan bergantung sama alam. Nah, kalau cuaca ekstrem kayak kemarau panjang atau banjir bandang terjadi, pasti produksi hasil hutan mereka terganggu. Kerusakan hutan akibat bencana alam atau perubahan iklim juga bisa mengurangi potensi hasil hutan di masa depan. Ini ancaman serius buat keberlanjutan usaha mereka.
Keenam, kapasitas SDM yang masih perlu ditingkatkan. Meskipun sudah banyak pelatihan, kadang-kadang pemahaman dan keterampilan anggota LMDH soal manajemen usaha, teknik budidaya modern, atau pemasaran itu masih perlu diasah terus. Banyak anggota yang mungkin masih awam soal teknologi atau prinsip-prinsip bisnis yang profesional.
Ketujuh, isu kelembagaan LMDH itu sendiri. Kadang, LMDH bisa bubar di tengah jalan kalau kepengurusannya enggak solid, ada konflik internal, atau enggak ada regenerasi kepemimpinan yang baik. Kelembagaan yang kuat itu penting banget biar program pengelolaan hutan bisa berjalan lancar dan berkelanjutan. Tanpa LMDH yang kuat, hak kelola yang sudah diberikan negara bisa jadi sia-sia.
Menghadapi tantangan-tantangan ini, memang butuh sinergi dari berbagai pihak. Pemerintah perlu menyederhanakan regulasi, menyediakan akses permodalan dan pasar. Perusahaan atau swasta bisa dilibatkan dalam program CSR atau kemitraan. Akademisi bisa bantu riset dan pengembangan teknologi. Dan kita, sebagai masyarakat, bisa ikut mendukung dengan membeli produk-produk hasil hutan yang legal dan lestari. Let's support our LMDH farmers!
Potensi dan Masa Depan Petani LMDH di Indonesia
Guys, setelah kita ngomongin soal peran, hak, kewajiban, dan tantangan, sekarang saatnya kita lihat dari sisi yang optimis: potensi dan masa depan petani LMDH di Indonesia. Gue yakin banget, potensi mereka ini gede banget, dan kalau dikelola dengan benar, mereka bisa jadi motor penggerak ekonomi kerakyatan yang luar biasa.
Pertama, Indonesia ini kan negara yang kaya banget sama sumber daya hutan. Luasnya jutaan hektar! Nah, LMDH ini adalah ujung tombak yang bisa memanfaatkan kekayaan ini secara lestari. Potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) itu masih sangat besar untuk digali. Mulai dari madu hutan, berbagai jenis jamur liar, tanaman obat-obatan, hasil hutan resin seperti gambir dan kemenyan, sampai produk-produk agroforestri seperti kopi, kakao, atau rempah-rempah yang ditanam di bawah tegakan pohon. Kalau petani LMDH dibekali dengan pengetahuan dan teknologi yang tepat, nilai ekonomi dari produk-produk ini bisa meningkat pesat.
Kedua, konsep agroforestri yang diterapkan oleh banyak LMDH itu punya potensi ekologis dan ekonomis yang sangat menjanjikan. Sistem ini menggabungkan pertanian dengan pepohonan, sehingga lahan bisa tetap produktif untuk pangan, sekaligus menjaga fungsi ekologis hutan, menambah keanekaragaman hayati, dan menyediakan hasil hutan lainnya. Ini adalah model pertanian yang ramah lingkungan dan tahan terhadap perubahan iklim. Bayangin aja, guys, satu lahan bisa menghasilkan beras, sayuran, buah-buahan, plus kayu dan hasil hutan lainnya. Perfect synergy!
Ketiga, peran LMDH dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Dengan menjaga hutan tetap lestari, petani LMDH secara langsung berkontribusi dalam menyerap karbon dioksida. Hutan yang dikelola dengan baik itu bisa jadi penyimpan karbon yang sangat efektif. Selain itu, diversifikasi tanaman dalam sistem agroforestri juga membuat mereka lebih tahan terhadap dampak perubahan iklim. Kalau dulu cuma ngandelin satu jenis tanaman, sekarang bisa lebih beragam, jadi kalau satu gagal, yang lain masih bisa menopang.
Keempat, pengembangan wisata berbasis masyarakat (community-based tourism). Banyak kawasan hutan yang dikelola LMDH punya potensi wisata alam yang indah. Misalnya, ekowisata hutan, wisata petik buah langsung dari kebun agroforestri, atau wisata budaya yang berkaitan dengan kearifan lokal masyarakat desa hutan. Kalau dikembangkan dengan baik, ini bisa jadi sumber pendapatan tambahan yang signifikan dan juga media edukasi yang efektif.
Kelima, penguatan kelembagaan dan jaringan. Seiring waktu, banyak LMDH yang sudah mulai lebih profesional. Mereka mulai membentuk jaringan antar-LMDH, kerjasama dengan perusahaan, atau bahkan mulai mengembangkan produk-produk dengan merek sendiri. Ini menunjukkan bahwa kelembagaan LMDH ini punya potensi untuk tumbuh menjadi entitas ekonomi yang kuat dan mandiri.
Pemerintah juga terus berupaya memperluas cakupan Perhutanan Sosial. Targetnya, jutaan hektar hutan bisa dikelola oleh masyarakat melalui skema ini. Semakin banyak petani yang diberdayakan, semakin besar pula potensi ekonomi yang bisa dihasilkan. Tentu saja, keberhasilan ini sangat bergantung pada dukungan kebijakan yang konsisten, pendampingan yang intensif, dan kemauan masyarakat itu sendiri untuk terus belajar dan berinovasi.
Masa depan petani LMDH itu cerah, guys, as long as kita semua, termasuk pemerintah, swasta, akademisi, dan masyarakat luas, mau memberikan dukungan yang konkret. Mereka bukan cuma sekadar petani biasa, tapi mereka adalah penjaga hutan yang produktif, agen pembangunan ekonomi lokal, dan pahlawan lingkungan yang patut kita banggakan.
Jadi, intinya, petani LMDH ini punya peran yang multifaset dan vital banget. Mereka adalah contoh nyata bagaimana pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana dan berkeadilan bisa membawa manfaat ekonomi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan. Let's give them a big applause!